Sakit Kepala Berujung enak dengan Dosen
Sunday, April 14, 2019
Edit
ini bermula pada saat aku
duduk dibangku kuliah semester IV di salah satu PTS di Yogyakarta. Pada waktu
itu aku lagi putus dengan pacarku dan memang dia tidak tahu diri, sudah
dicintai malah bertingkah, akhirnya dari cerita cintaku cuma berumur 2 tahun saja.
Waktu itu aku tinggal berlima dengan teman satu kuliah juga, kita tinggal
serumah atau ngontrak satu rumah untuk berlima.
Kebetulan di rumah itu hanya
aku yang laki-laki. Mulanya aku bilang sama kakak perempuanku, “Sudah, aku
pisah rumah saja atau kos di tempat”, tapi kakakku ini saking sayangnya padaku,
ya saya tidak diperbolehkan pisah rumah.
Kita pun tinggal serumah
dengan tiga teman wanita kakakku.Ada satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi
di Universitas lain, Ibu Yuni namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah
umur 40 tahun tapi belum juga menikah. Ibu Yuni bertanya, “Eh, kamu akhir-akhir
ini kok sering ngelamun sih, ngelamunin apa yok? Jangan-jangan ngelamunin yang
itu..”“Itu apanya Bu?” tanyaku.Memang dalam kesehari-harianku, ibu Yuni tahu
karena aku sering juga curhat sama dia karena dia sudah kuanggap lebih tua dan
tahu banyak hal.
Aku mulai cerita,“Tahu nggak
masalah yang kuhadapi? Sekarang aku baru putus sama pacarku”, kataku.“Oh.. gitu
ceritanya, pantesan aja dari minggu kemarin murung aja dan sering ngalamun
sendiri”, kata Ibu Yuni.Begitu dekatnya aku sama Ibu Yuni sampai suatu waktu
aku mengalami kejadian ini. Entah kenapa aku tidak sengaja sudah mulai ada
perhatian sama Ibu Yuni.
Waktu itu tepatnya
siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya aku bolos
dari kuliah.Siang itu tepat jam 11:00 siang saat aku bangun, eh agak sedikit
heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang bolong begini
sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya ada teman di
rumah nih.
Aku pergi ke arah dapur.“Eh
Ibu Yuni, nggak ngajar Bu?” tanyaku.“Kamu kok nggak kuliah?” tanya dia.“Habis
sakit Bu”, kataku.“Sakit apa sakit?” goda Ibu Yuni.“Ah.. Ibu Yuni bisa aja”,
kataku.“Sudah makan belum?” tanyanya.“Belum Bu”, kataku.“Sudah Ibu Masakin aja
sekalian sama kamu ya”, katanya.Dengan cekatan Ibu Yuni memasak, kita pun
langsung makan berdua sambil ngobrol ngalor ngidul sampai-sampai kita membahas
cerita yang agak berbau seks.
Kukira Ibu Yuni nggak suka
yang namanya cerita seks, eh tau-taunya dia membalas de ngan cerita yang lebih
hot lagi. Kita pun sudah
semakin jauh ngomongnya.
Tepat saat itu aku ngomongin
tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain
jenisnya.“Apa masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.“Enak aja,
emangnya nafsu itu ngenal usia gitu”, katanya.“Oh kalau gitu Ibu Yuni masih
punya keinginan dong untuk ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”,
kataku.“So pasti dong”, katanya.
“Terus dengan siapa Ibu untuk
itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk.“Aku bersedia kok”,
kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya. Ibu Yuni agak
merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak dan entah
kapan mulainya aku mulai memegang tangannya.
Dengan sedikit agak gugup Ibu
Yuni kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku
harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya.“Okey, sorry ya
Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Yuni”, kataku.“Nggak, aku kok yang
salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya.Dengan sedikit
kegirangan, dalam hatiku dengan lembut kupegang lagi tangannya sambil
kudekatkan bibirku ke dahinya.
Dengan lembut kukecup
keningnya. Ibu Yuni terbawa dengan situasi yang kubuat, dia menutup matanya
dengan lembut. Juga kukecup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil
kubisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Yuni”, tapi dia tidak menjawab
sedikitpun.Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati bibirnya.
Cup.. dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu.
Aduh lembutnya, dengan
cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bernafsu
kukecup lagi bibirnya. Dengan sedikit terbuka bibirnya menyambut dengan lembut.
Kukecup bibir bawahnya, eh.. tanpa kuduga dia balas kecupanku. Kesempatan itu
tidak kusia-siakan. Kutelusuri rongga mulutnya dengan sedikit kukulum lidahnya.
Kukecup, “Aah.. cup.. cup.. cup..” dia juga mulai dengan nafsunya yang membara
membalas kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia
sudah dengan mata terbuka.
Dengan sedikit ngos-ngosan
kayak habis kerja keras saja.“Aah.. jangan panggil Ibu, panggil Yuni aja
ya!Kubisikkan Ibu Yuni, “Yuni kita ke kamarku aja yuk!”.Dengan sedikit agak kaget
juga tapi tanpa perlawanan yang berarti kutuntun dia ke kamarku.
Kuajak dia duduk di tepi
tempat tidurku. Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang kutunggu-tunggu.
Dengan perlahan kubuka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya kupandangi
tubuhnya. Ala mak.. indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang
kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kujilati dengan telaten.
Pertama-tama belahan gunung
kembarnya. “Ah.. ssh.. terus Ian”, Ibu Yuni tidak sabar lagi, BH-nya kubuka, terpampang
sudah buah kembar yang montok ukuran 34 B.
Kukecup ganti-gantian, “Aah..
ssh..” dengan sedikit agak ke bawah kutelusuri karena saat itu dia tepat
menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis,
kuelus dengan lembut, “Aah.. aku juga sudah mulai terangsang.
Kusikapkan celana pendeknya
sampai terlepas sekaligus dengan celana dalamnya, hu.. cantiknya gundukan yang
mengembang. Dengan lembut kuelus-elus gundukan itu, “Aah.. uh.. ssh.. Ian kamu
kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, sebenarnya memang ini adalah
pemula bagi aku, eh rupanya Yuni juga sudah kepengin membuka celanaku dengan
sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus celana dalamku.
“Oh.. besar amat”, katanya.
Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia mengelus zakarku,
“Uuh.. uh.. shh..” dengan cermat aku berubah posisi 69.
Kupandangi sejenak
gundukannya dengan pasti dan lembut. Aku mulai menciumi dari pusarnya terus
turun ke bawah, kulumat kewanitaannya dengan lembut, aku berusaha memasukkan
lidahku ke dalam lubang kemaluannya, “Aah.. uh.. ssh.. terus Ian”, Yuni
mengerang. “Aku juga enak Yuni”, kataku. Dengan lembut di lumat habis kepala
kemaluanku, di jilati dengan lembut, “Assh.. oh.. ah.. Yuni terus sayang”,
dengan lahap juga kusapu semua dinding lubang kemaluannya, “Aahk.. uh.. ssh..”
sekitar 15 menit kami melakukan posisi 69, sudah kepengin mencoba yang namanya
bersetubuh. Kurubah posisi, kembali memanggut bibirnya. Sudah terasa kepala
kemaluanku mencari sangkarnya. Dengan dibantu tangannya, diarahkan ke lubang
kewanitaannya.
Sedikit demi sedikit kudorong
pinggulku, “Aakh.. sshh.. pelan-pelan ya Ian, aku masih perawan”, katanya.
“Haa..” aku kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci. Dengan sekali dorong lagi
sudah terasa licin. Blesst, “Aahk..” teriak Yuni, kudiamkan sebentar untuk
menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2 menitan lamanya kumulai menarik lagi
batang kemaluanku dari dalam, terus kumaju mundurkan. Mungkin karena baru
pertama kali hanya dengan waktu 7 menit Yuni.. “Aakh.. ushh.. ussh.. ahhkk..
aku mau keluar Ian”, katanya. “Tunggu, aku juga sudah mau keluar akh..” kataku.
Tiba-tiba menegang sudah
lubang kemaluannya menjepit batang kemaluanku dan terasa kepala batang
kemaluanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi memuntahkan..
“Crot.. crot.. cret..” banyak juga air maniku muncrat di dalam lubang
kemaluannya. “Aakh..” aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya. Dengan
lembut dia cium bibirku, “Kamu menyesal Ian?” tanyanya. “Ah nggak, kitakan
sama-sama mau.”
Kami cepat-cepat
berberes-beres supaya tidak ada kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering
bermain cinta dengan Ibu Yuni hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah
sedang sepi, atau di tempat penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di
rumah sedang ramai. sejak kejadian itu pada diri kami berdua mulai bersemi
benih-benih cinta, dan kini Ibu Yuni menjadi pacar gelapku.
Related Posts