Gila Sehari 2 Memek Kulampaui
Saturday, April 13, 2019
Edit
saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan kepada
kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Ayu, seorang
wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan didalam
keluarga yang sangat taat dalam agama.
Saya
sebelumnya belum pernah terekspos terhadap hubungan laki-laki dan perempuan.
Pengetahuan saya mengenai hal-hal persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya
baca didalam cerita-cerita porno ketikan yang beredar di sekolah ketika saya
duduk di bangku SMP.
Pada
masa itu belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya walaupun melihat
tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin susah
membayangkan bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar di buku
mode-blad punya kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat gambar- gambar
bintang film seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield, yang memperagakan pakaian
dalam, ini saja sudah cukup membuat kita terangsang dan melakukan masturbasi
beberapa kali.
Bisalah
dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya ketika diberi
kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh bugil wanita
seperti Ayu, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan wanita
sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua.
Dengan
hanya memandang tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja sucah cukup
sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi
dengan secara nyata- nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya.
Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa jembut.
Bisa
mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-
kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi
buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya
yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.
Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa
yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut.
Sampai
sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai dari
memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir
luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu
mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan.
Yang
terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya
yang sudah banjir. Setelah kesempatan saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya
tidak tahu apakah itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka
kami menjadi semakin berani dan Ayu dengan bebasnya akan datang kerumah saya
hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu.
Apabila
dia datang, dia akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama
kemudian sayapun segera menyusul. Biasanya dia selalu mengenakan daster yang
longgar yang bisa ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas
melalui kepalanya, dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya.
Saya
biasanya langsung menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat
bersih dan mulus. Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan
pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Ayu sangat suka apabila
saya mengemut pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa
dipastikan bahwa kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai
ngenyot-ngenyot pentilnya.
Mungkin
saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada
permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks.
Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot- nyedot
kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua
atau tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan
setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung
menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya.
Barulah
untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Ayu
bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan
vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia.
Ayu juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum bertumbuh
secara maksimum.
Saya
tidak disunat dan Ayu sangat sering menggoda saya dengan menertawakan “kulup”
saya, dan setelah beberapa minggu Ayu kemudian berhasil menarik seluruh kulit
kulup saya sehingga topi baja saya bisa muncul seluruhnya. Saya masih ingat
bagaimana dia berusaha menarik-narik atau mengupas kulup saya sampai terasa sakit,
lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya
hilang.
Setelah
itu dia seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya
disekeliling leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-
kadang sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke
hidung dan matanya. Kadang-kadang Ayu juga minta “main” walaupun dia sedang
mens.
Walaupun
dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium
vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan. Paling-paling saya
hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir dan becek
karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan biasanya
saya cepat sekali ejakulasi.
Apabila
saya mencabut kemaluan saya dari vagina Ayu, saya bisa melihat cairan darah
mensnya yang bercampur dengan mani saya. Kadang- kadang saya merasa jijik
melihatnya. Satu hari, kami sedang asyik- asyiknya menikmati sanggama, dimana
kami berdua sedang telanjang bugil dan Ayu sedang berada didalam posisi diatas
menunggangi saya.
Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap- isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan dengan kemaluannya.
Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap- isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan dengan kemaluannya.
Pinggulnya
naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu
seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa
kamar dikamar sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka yang baru. Saya
sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan jus dari
kemaluannya yang selalu membanjir.
Lalu
tiba-tiba, pada saat dia mengalami klimaks dan dia mengerang- erang sambil
menekan saya dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Efi ternyata
sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, “Ibu main kancitan,
iya..?” (kancitan = ngentot, bahasa Palembang) Saya sangat kaget dan tidak tahu
harus berbuat bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja
terlentang diatas tubuh saya.
Saya
melirik dan melihat Efi datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju
kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan kemaluan
ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot. “Hayo,
ibu main kancitan,” katanya lagi. Lalu pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya
dan berbaring disamping saya tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya
mengambil satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .
“Efi,
Efi. Kamu ngapain sih disini?” kata Ayu lemas. “Efi pulang sekolah agak pagi
dan Efi cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan sama Bang Johan,” kata Efi
tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan saya. Saya merasa sangat malu
tetapi juga heran melihat Ayu tenang-tenang saja.
“Efi
juga mau kancitan,” kata Efi tiba-tiba. “E-eh, Efi masih kecil..” kata ibunya
sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan dasternya. “Efi mau kancitan, kalau
nggak nanti Efi bilangin Abah.” “Jangan Efi, jangan bilangin Abah.., kata Ayu
membujuk. “Efi mau kancitan,” Efi membandel.
“Kalo
nggak nanti Efi bilangin Abah..” “Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin
Efi.” Ayu berkata. Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung
saya berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Efi
bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah seorang anak
yang masih begitu kecil.
Dari
mana dia mengerti tentang “main kancitan” segala? Ayu mengambil bantal yang
sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus- ngelus penis saya yang
masih basah dan sudah mulai berdiri kembali. “Sini, biar Efi lihat.” Ayu
mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan kepala penis saya kepada Efi. Efi
datang mendekat dan tangannya ikut meremas- remas penis saya.
Aduh
maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam
saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan apa. Tempat
tidur saya cukup besar dan Ayu kemudian menyuruh Efi untuk membuka baju
sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya.
Saya
duduk dikasur dan melihat tubuh Efi yang masih begitu remaja. Payudaranya masih
belum berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya masih belum
keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu kemudian merosot celana dalam Efi
dan saya melihat kemaluan Efi yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya.
Belum
ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya
melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Efi
merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang
harus dilakukan selanjutnya. Saya mengelus-elus bukit venus Efi yang agak
menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya.
Dengan
agak enggan, Efi menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan
membungkuk untuk mencium selangkangan Efi. “Ibu, Efi malu ah..” kata Efi sambil
berusaha menutup kemaluannya dengan kedua tangannya. “Ayo, Efi mau kancitan,
ndak?” kata Ayu. Saya mengendus kemaluan Efi dan baunya sangat tajam.
“Uh,
bau pesing.” Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya “keju”
yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Efi. “Tunggu
sebentar,” kata Ayu yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu sambil
mempermainkan bibir kemaluan Efi dengan jari-jari saya. Efi mulai membuka
pahanya makin lebar. Sebentar kemudian Ayu datang membawa satu baskom air dan
satu handuk kecil.
Dia pun
mulai mencuci kemaluan Efi dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan
Efi mulai memerah karena digosok-gosok Ayu dengan handuk tadi.
Setelah
selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan Efi. Baunya tidak lagi
setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Efi yang hanya berbau
amis sedikit saja.
Saya
mulai membuka celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Efi-pun
merenggangkan pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam
kemaluannya dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Efi kelihatan sangat
lembut ketika saya membuka belahan bibirnya dengan jari- jari saya,
kelihatanlah bagian dalamnya yang sangat merah.
Saya
isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya mempermainkan
kelentitnya dengan ujung lidah saya, Efi menggeliat- geliat sambil mengerang,
“Ibu, aduuh geli, ibuu.., geli nian ibuu..” Saya kemudian bangkit dan
mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Efi dan tanpa
melihat kemana masuknya, saya dorong pelan- pelan.
“Aduh,
sakit bu..,” Efi hampir menjerit. “Johan, pelan-pelan masuknya.” Kata Ayu
sambil mengelus-elus bukit Efi. Saya coba lagi mendorong, dan Efi menggigit
bibirnya kesakitan. “Sakit, ibu.” Ayu bangkit kembali dan berkata,”Johan tunggu
sebentar,” lalu dia pergi keluar dari kamar.
Saya
tidak tahu kemana Ayu perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut
didepan kemaluan Efi dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan
kepalanya di clitoris Efi. Efi memegang kedua tangan saya erat-erat dengan
kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong. Saya merasa kepala penis saya
sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat sempit.
Saya
sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Ayu yang longgar dan penis saya
tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah. Tetapi liang vagina Efi
yang masih kecil itu terasa sangat ketat. Tiba-tiba Efi mendorong tubuh saya
mundur sambil berteriak, “Aduuh..!” Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah
mendorong lebih dalam lagi dan Efi masih tetap kesakitan.
Sebentar
lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa.
Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan kemudian dia juga
melumasi kemaluan Efi. Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan
menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Efi. Terasa licin memang
dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Efi meremas tangan saya sambil
menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan enak, saya tidak tahu
pasti.
Saya
melihat Efi menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan batang penis
saya pelan-pelan. “Cabut dulu,” kata Ayu tiba- tiba. Saya menarik penis saya
keluar dari lobang kemaluan Efi. Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan
merah seperti menganga.
Ayu
kembali melumasi penis saya dan kemaluan Efi dengan minyak kelapa, lalu
menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Efi yang sedang menunggu.
Saya dorong lagi dengan hati-hati, sampai semuanya terbenam didalam Efi. Aduh
nikmatnya, karena lobang Efi betul-betul sangat hangat dan ketat, dan saya
tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah
didalam liang kemaluan Efi.
Efi
yang masih kecil. Saya juga sebetulnya masih dibawah umur, tetapi pada saat itu
kami berdua sedang merasakan bersanggama dengan disaksikan Ayu, ibunya sendiri.
Efi belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan baik,
dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga tidak melihat
reaksi dari Efi yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau tidak. Saya
merebahkan tubuh saya diatas tubuh Efi yang masih kurus dan kecil itu. Dia diam
saja.
Setelah
beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Efi.
Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Ayu sudah terangsang lagi
setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun menaiki wajah saya dan
mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah, dan didalam kami di
posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga
penis saya itu mulai menegang kembali.
Wajah
saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang
baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat bergairah. Nafsu kami
memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat kemaluan Ayu
sepuas-puasnya, sementara Efi menonton kami berdua tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Ayu dimana dia sering kentut kalau betul-betul
sedang klimaks berat, dan saat itupun Ayu kentut beberapa kali diatas wajah
saya.
Saya sempat melihat lobang anusnya ber- getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Ayu. “Alangkah lemaknyoo..!” saya berteriak dalam hati. “Ugh, ibu kentut,” kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.
Saya sempat melihat lobang anusnya ber- getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Ayu. “Alangkah lemaknyoo..!” saya berteriak dalam hati. “Ugh, ibu kentut,” kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.
Hanya
sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Efi. Ternyata dia masih belum cukup
dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersanggama. Dia masih anak kecil, dan
pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu.
Tetapi saya dan Ayu terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atau tiga kali seminggu.
Tetapi saya dan Ayu terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atau tiga kali seminggu.
Saya
masih ingat bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami
selesai bersanggama. Tadinya saya belum mengerti bahwa tubuh saya menuntut
banyak gizi untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Ayu,
tetapi saya selalu saya merasa ingin makan telur banyak-banyak.
Saya
sangat beruntung karena kami kebetulan memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan
setiap pagi saya selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya juga
memperhatikan dalam tempo setahun itu penis saya menjadi semakin besar dan bulu
jembut saya mulai menjadi agak kasar.
Saya
tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan suami Ayu ataupun lelaki
lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas, dan kelihatannya Ayu juga
cukup puas. Saya tidak merasa seperti seorang yang bejat moral. Saya tidak
pernah melacur dan ketika saya masih kawin dengan isteri saya yang orang bule,
walaupun perkawinan kami itu berakhir dengan perceraian, saya tidak pernah
menyeleweng.
Tetapi
saya akan selalu berterima kasih kepada Ayu (entah dimana dia sekarang) yang
telah memberikan saya kenikmatan didalam umur yang sangat dini, dan pelajaran
yang sangat berharga didalam bagaimana melayani seorang perempuan, terlepas
dari apakah itu salah atau tidak.
Related Posts